Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah
Erisman, M.Si, Kabid Statistik
Sosial, BPS Provinsi Jawa Tengah
Data Penduduk Yang
Digunakan
Mulai tahun 2014 angka penduduk yang digunakan adalah angka
penduduk berdasarkan Angka Proyeksi Penduduk 2010-2035 berdasarkan Sensus
Penduduk 2010 (SP2010) yang telah di launching oleh Bapak Presiden RI
pada tanggal 29 Januari 2014. Sebelumnya data penduduk yang digunakan tahun
2013 ke bawah baik berupa Publikasi maupun Berita Resmi Statistik (BRS) masih
menggunakan angka estimasi penduduk berdasarkan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
tahun 2000 ke 2010. Sehingga jika ingin membandingkan angka penduduk tahun 2014
dengan tahun sebelumnya agar apple to apple harus menggunakan hasil back
casting penduduk dari hasil proyeksi penduduk 2010-2035 yang telah
dibuatkan oleh BPS RI untuk berbagai keperluan analisis data, baik untuk data
ketenagakerjaan maupun kemiskinan atau data lainnya yang masih terkait dengan
data penduduk, yakni dengan menghitung angka proyeksi penduduk mundur ke
belakang. Hal tersebut perlu dilakukan apabila ingin membandingkan dengan data
tahun 2014. Walaupun pengertian back casting data sebelum data tahun
2014 tidak semua tahun merupakan back casting murni proyeksi penduduk,
karena untuk data 2010-2013 sudah tersedia data proyeksi penduduknya, yang
murni back casting dapat dikatakan adalah data penduduk sebelum tahun
2010. Secara umum untuk perbedaan data estimasi dengan data proyeksi nampak
pada penyajian data yang bersifat jumlah atau nilai absolut, tetapi untuk data
yang bersifat ukuran statistik atau indikator cenderung tidak terlalu berbeda
nyata, seperti angka persentase, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan
indikator lainnya yang relatif hasilnya tidak berbeda jauh.
Struktur Data
Ketenagakerjaan
Data
ketenagakerjaan merupakan salah satu data strategis yang perlu dikaji lebih
jauh untuk monitoring dan evaluasi kebijakan dan program serta bahan perencanaan
pembangunan terutama bidang ekonomi agar dapat berjalan dengan baik.
Sesuai dengan apa yang diyakini oleh ahli ekonomi, David Ricardo, tahun 1817
yang menyebutkan faktor tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pencapaian
kemakmuran suatu Negara. Struktur data ketenagakerjaan dapat dilihat pada data
usia kerja yaitu data penduduk usia 15 tahun ke atas. Selanjutnya dari data
penduduk usia 15 tahun ke atas dibagi menjadi 2 bagian yaitu data angkatan
kerja dan data bukan angkatan kerja. Data angkatan kerja adalah data mengenai
orang yang bekerja dengan menggunakan konsep bekerja sesuai dengan konsep International
Labour Organization (ILO), yakni Kegiatan bekerja didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi dengan menghasilkan barang atau jasa yang dilakukan oleh
seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu.
Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu
dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Sedangkan bekerja juga dibagi menjadi
dua bagian yakni bekerja penuh dan bekerja tidak penuh. Bekerja penuh adalah
orang yang bekerja 35 jam atau lebih selama seminggu dan Bekerja tidak penuh
adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Bekerja tidak
penuh dibagi menjadi 2 bagian, yakni setengah menganggur dan bekerja paruh
waktu. Setengah menganggur adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam selama
seminggu tetapi masih mencari pekerjaan atau dapat dikatakan setengah
menganggur terpaksa. Sedangkan orang yang bekerja kurang dari 35 jam selama
seminggu dan sudah tidak lagi mencari pekerjaan dikatakan sebagai bekerja paruh
waktu atau dapat dikatakan setengah menganggur sukarela. Selebihnya dalam
angkatan kerja selain bekerja adalah menganggur atau sedang mencari pekerjaan.
Menganggur termasuk didalamnya adalah sedang mempersiapkan usaha, merasa tidak
mungkin mendapat pekerjaan/putus asa, dan sudah diterima tetapi belum mulai
bekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dihitung dari rasio antara jumlah
yang menganggur atau mencari pekerjaan terhadap total angkatan kerja. Sedangkan
untuk bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk usia 15 tahun ke atas dengan
waktu terbanyak adalah sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Rasio antara
jumlah angkatan kerja dengan jumlah usia kerja merupakan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK). Sumber data utama ketenagakerjaan adalah Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan rutin setiap tahun, dimana sejak tahun
2011 dalam setahun dilakukan 4 triwulan; Triwulan I pencacahan dilakukan pada
bulan Februari, Triwulan II pencacahan dilakukan pada bulan Mei, Triwulan III
pencacahan dilakukan pada bulan Agustus dan Triwulan IV pencacahan dilakukan
pada bulan November. Khusus untuk Triwulan III ada sampel komplemen, sehingga
pada triwulan ini estimasi yang dihasilkan dapat disajikan sampai dengan
tingkat kabupaten/kota. Tetapi dalam rilis data ketenagakerjaan dilakukan hanya
2 kali, yakni untuk Triwulan I dan Triwulan III. Secara lebih jelas strukur
data ketenagakerjaan dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Kondisi Ketenagakerjaan
Jawa Tengah
Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2014 dengan jumlah penduduk sebesar 33,52 juta orang
(hasil proyeksi penduduk berdasarkan Sensus Penduduk 2010, kondisi 30 juni
2014) memiliki jumlah penduduk usia kerja sebanyak 25,15 juta orang, yakni
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Penambahan penduduk dari tahun 2013 ke
tahun 2014 berdasarkan data proyeksi penduduk sebanyak 258,40 ribu orang dan
penambahan penduduk tersebut pada tahun-tahun kedepan berdasarkan data proyeksi
penduduk menjadi semakin berkurang.
Melihat
hasil rilis Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah kondisi Februari
2014 dengan usia kerja sebanyak 24,98 juta orang dan jumlah angkatan kerja ada
sebanyak 17,72 juta orang, ada sebanyak 5,45 persen atau 965 ribu orang
merupakan penduduk yang menganggur atau mencari pekerjaan, jika dibandingkan
dengan kondisi setahun terakhir, TPT terjadi sedikit penurunan sebesar 0,06
persen (TPT Februari 2013 sebesar 5,51 persen atau 963 ribu orang), walaupun
secara absolut jumlah pengangguran naik sebesar 2 ribu orang. Kondisi tersebut
melihat target TPT pada RPJMD 2013-2018 Provinsi Jawa Tengah masih sedikit
lebih tinggi dari target tahun 2014 yang berkisar antara 4,77-5,31 persen,
artinya pencapaiannya hampir mendekati target yang ditentukan, dan jika
dibandingkan dengan angka nasional yang Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar
5,70 persen, menunjukkan secara relatif tingkat pengangguran di Jawa Tengah
sedikit lebih rendah. Tentunya walaupun TPT Jawa Tengah lebih rendah dari angka
nasional persoalan pengangguran memiliki implikasi yang cukup besar terhadap
berbagai aspek pembangunan, seperti timbulnya persoalan kualitas hidup manusia
yang mengakibatkan pada timbulnya kemiskinan dan kriminalitas serta
terganggunya keberlangsungan pembangunan termasuk masalah lingkungan hidup.
Penambahan Angkatan
Kerja
Salah
satu penyebab masalah pengangguran adalah masalah timbulnya angkatan kerja baru
yang belum ditunjang oleh ketersedian lapangan kerja yang memadai. Timbulnya
angkatan kerja baru bukan hanya disebabkan oleh penambahan umur yang tadinya
bukan usia kerja menjadi usia kerja yang dilihat dari perubahan kohort umur 14
ke 15 tahun, selain itu juga kemungkinan adanya pergesaran antara bukan
angkatan kerja menjadi angkatan kerja. Seperti yang tadinya sekolah tahun
berikutnya berhenti, yang tadinya mengurus rumah tangga menjadi harus bekerja
atau mencari pekerjaan karena persolan ekonomi, atau yang tadinya telah tidak
melakukan aktivitas ekonomi mungkin karena usia lanjut atau lainnya, tetapi
karena kebutuhan ekonomi harus melakukan pekerjaan atau mencari pekerjaan agar
dapat menunjang kehidupannya. Pergeseran yang terjadi bukan hanya perubahan
dari bukan angkatan kerja ke angkatan kerja, tetapi juga dapat terjadi
sebaliknya dari angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja. Seperti yang
tadinya angkatan kerja baik bekerja atau mencari pekerjaan, karena mau focus
sekolah atau mengurus rumah tangga atau telah pensiun dapat berubah menjadi
bukan angkatan kerja yang mungkin disebabkan karena beberapa faktor.
Persoalannya adalah seberapa jauh perubahan dan pergeseran dari kondisi
tersebut dapat terjadi.
Angkatan Kerja Baru
Untuk
penambahan angkatan kerja yang dikarenakan penambahan usia kerja dapat dihitung
dari data yang ada pada proyeksi umur tunggal bahwa rata-rata perubahan
penduduk kohort usia 14 tahun menjadi 15 tahun rata-rata per tahun dalam 3
tahun terakhir adalah sebesar 575,13 ribu orang. Kemungkinan tidak seluruh dari
jumlah usia kerja baru tersebut masuk angkatan kerja tetapi dapat menjadi bukan
angkatan kerja, terutama pada usia tersebut dapat dikatakan masih usia sekolah
ditingkat SLTP kelas 3 atau SLTA kelas 1. Tetapi untuk perubahan penduduk usia
kerja dari umur 14 ke 15 tahun yang sekolah ke tidak sekolah lebih besar
kemungkinannya menjadi pengangguran atau mencari pekerjaan. Sedangkan untuk
perubahan usia kerja 14 ke 15 tahun yang mengkibatkan yang tadinya tidak
mengurus rumah tangga ke mengurus rumah tangga kemungkinan kecil dapat terjadi,
mengingat pada usia tersebut dirasakan masih terlalu dini untuk dilangsungkan
pernikahan, walaupun bagi kaum wanita. Apalagi perubahan usia kerja 14 ke 15
tahun untuk kondisi yang lainnya seperti tidak melakukan aktivitas, pensiun
atau lainnya menjadi melakukan aktivitas atau mencari pekerjaan , hal tersebut
lebih kecil lagi kemungkinannya, paling yang mungkin terjadi bersifat post majure
yakni karena kecacatan sehingga tidak dapat melakukan aktivitas ekonomi.
Secara
umum kondisi setahun terakhir yang terjadi jumlah usia kerja bertambah sebesar
195 ribu orang (Februri 2013 sebesar 24,78 juta orang dan Februari 2014 sebesar
24,98 juta orang). Jadi nampak bahwa terjadi kondisi perubahan demografis untuk
penduduk usia 15 tahun ke atas yang rata-rata sebesar 380 ribu orang (selisih
antar penambahan usia kerja pertahun dari 14 tahun ke 15 tahun dengan data
enpiris kenaikan usia kerja) setahun terakhir yang kemungkinan disebabkan oleh
migrasi keluar dan penduduk yang meninggal terutama usia tua (dari data
proyeksi umur tunggal penduduk berumur 75+ yang rata-rata per tahun berjumlah
898,6 ribu jiwa).
Pergeseran Bukan
Angkatan Kerja ke Angkatan Kerja Atau Sebaliknya
Dilihat
dari pergeseran bukan angkatan kerja ke angkatan kerja kondisi setahun terakhir
di Jawa Tengah memang nampak cukup dinamis. Pada Februari 2013 jumlah angkatan
kerja ada sebanyak 17,47 juta orang meningkat 249 ribu orang menjadi 17,72 juta
orang pada Februari 2014, atau naik sebesar 1,43 persen. Sedangkan jumlah bukan
angkatan kerja pada Februari 2013 berjumlah 7,32 juta orang menurun 54 ribu
orang menjadi 7,26 juta orang, atau turun 0,74 persen. Jika dilihat lebih dalam
perubahan dari bukan angkatan kerja ke angkatan kerja dapat ditunjukkan sumber
yang paling dominan penurunannya terjadi pada penduduk dengan kondisi lainnya
yaitu dari 1,23 juta orang di Februari 2013 menjadi 1,15 juta orang pada
Februari 2014 atau menurun sebesar 87 ribu orang (7,05 persen). Kondisi lainnya
kemungkinan karena sudah tua/pensiun atau tidak mencari pekerjaan lagi karena
sudah cukup dan melakukan aktivitas sosial dan organisasi serta orang-orang
yang tidak dapat melakukan aktivitas karena cacat. Sebagai gambaran jika
dilihat jumlah PNS yang kemungkinan setiap tahunnya akan ada yang pensiun di
Jawa Tengah jumlah PNS pada tahun 2012 ada sebanyak 487,86 ribu jiwa, tentunya
angka ini cukup besar dengan persentase yang pensiun diasumsikan sekitar 1,5
persen setiap tahun maka akan terjadi perubahan dari angkatan kerja ke bukan
angkatan kerja sekitar 7,32 ribu orang. Dilanjutkan dengan kondisi mengurus
rumah tangga yang terjadi penurunan sebesar 7 ribu orang (0,17 persen) dari
4,24 juta orang pada Februari 2013 menjadi 4,23 juta orang pada Februari 2014.
Sebagai tambahan data dari Kanwil Agama Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012
jumlah catatan nikah ada 338,33 ribu kejadian dan yang talak dan cerai ada
73,35 ribu kejadian, hal tersebut dapat berpotensi yang tadinya angkatan kerja
ke bukan angkatan kerja pada kejadian menikah, sedangkan untuk kejadian talaq
dan cerai dapat berpotensi dari bukan angkatan kerja ke angkatan kerja. Kondisi
tersebut berbeda untuk bukan angkatan kerja karena sekolah, terjadi sedikit peningkatan
selama setahun terakhir yakni dari 1,84 juta orang pada Februari 2014 naik
sebesar 40 ribu orang (2,17 persen) menjadi 1,88 juta orang pada Februari 2014.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2012 menunjukkan
angka putus sekolah atau tidak sekolah lagi untuk kelompok umur 13-15 sebesar
9,47 persen menurun jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 11,37
persen. Sedangkan untuk kelompok umur 16-18 tahun angka putus sekolah atau
tidak sekolah lagi pada tahun 2012 sebesar 37,77 persen menurun jika
dibandingkan dengan data tahun 2011 yang sebesar 41,21 persen. Kemudian untuk
kondisi umur 19-24 angka putus sekolah atau tidak sekolah lagi tahun 2012 yang
paling tinggi yakni sebesar 82,86 persen dan sedikit menurun dibandingkan
dengan tahun 2011 yang sebesar 84,49 persen. Kondisi penduduk yang putus
sekolah atau tidak sekolah lagi pada usia sekolah menunjukkan bahwa secara umum
dari semua jenjang pendidikan cenderung angka tidak sekolah terjadi penurunan
dan semakin tinggi tingkat pendidikan angka putus sekolah atau tidak sekolah
juga semakin besar, walaupun penurunannya juga semakin kecil. Besarnya angka
tidak sekolah lagi akan merubah dari tadinya bukan angkatan kerja menjadi
angkatan kerja, atau tetap menjadi bukan angkatan kerja tetapi dengan kondisi
lainnya seperti mengurus rumah tangga atau lainnya. Hal ini secara umum
pergeseran bukan angkatan kerja ke angkatan kerja dapat juga dilihat melalui
data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat sebesar 0,45 persen
dari 70,48 persen pada Februari 2013 menjadi 70,93 persen pada Februari 2014.
Angka Pengangguran
Penambahan
Angkatan Kerja Baru dimungkinkan karena adanya penambahan usia kerja dan
pergeseran dari bukan angkatan kerja ke angkatan kerja. Secara absolut tadi
telah dijelaskan bahwa secara global penambahan usia kerja dari 14 tahun ke 15
tahun rata-rata selama tiga terakhir sebesar 575,13 ribu jiwa dan pergeseran
bukan angkatan kerja ke angkatan kerja selama setahun terakhir ada sebesar 54
ribu jiwa. Sedangkan jumlah pengangguran secara absolut bertambah 2 ribu jiwa
selama setahun terakhir dengan posisi terakhir jumlah pengangguran pada
Februari 2014 sebesar 965 ribu jiwa, hal ini menunjukkan besarnya pengangguran
lebih banyak kemungkinan terjadi pada penambahan usia kerja baru yang sudah
terkoreksi oleh factor demografi (Tingkat Migrasi Risent Netto per tahun
2015-2020 sebesar -2,1 persen/709,25 ribu orang ke luar Provinsi Jawa Tengah
dan Tingkat Kematian Kasar 6,8 yang artinya dalam 1.000 penduduk setahun sekitar
6,8 orang meninggal atau per tahun meninggal rata-rata sekitar 229,70 ribu
jiwa) yang sebesar 195 ribu jiwa, dimana jumlah angkatan kerja juga bertambah
selama setahun terakhir sebesar 249 ribu orang (Februari 2013 sebesar 17,47
juta jiwa dan Februari 2014 sebesar 17,72 juta jiwa). Dilihat dari besaran
penambahan angkatan kerja yang terserap bekerja ada sebanyak 247 ribu jiwa
sedangkan yang tidak terserap ada 2 ribu orang yang otomatis menjadi penambahan
jumlah pengangguran atau mencari pekerjaan. Walaupun secara relatif jumlah
pengangguran turun tetapi secara absolut sedikit bertambah. Dari uraian yang
ada nampak memang faktor utama yang perlu diantisipasi adanya penambahan usia
kerja baru yang berimplikasi pada penambahan angkatan kerja dan jika tidak tertangani
akan mengakibatkan angka pengangguran yang cukup tinggi. Mengingat penambahan
usia kerja jika dihitung rasionya memberikan kontribusi sebesar 60 persen dari
jumlah penganggur.
Persoalan
pengangguran di atas masih dilihat dalam bentuk kuantitatif, belum dilihat
secara kualitatif. Seperti bagaimana pengangguran dilihat dari aspek demografi
yakni struktur umur, jenis kelamin dan status perkawinan. Kemudian perlu juga
diketahui bagaimana pengangguran dilihat dari tingkat pendidikan dan status
dalam keluarga baik sebagai kepala keluarga atau bukan atau jumlah tanggungan
dalam keluarga.
Lebih
lanjut juga dapat dilihat bukan hanya TPT tetapi juga jumlah penduduk setengah
pengangguran artinya dari penduduk usia kerja yang merupakan angkatan kerja
yang bekerja yang kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan,
sejauh mana hal tersebut terjadi dan bagaimana karakteristiknya. Mungkin hal
ini dapat menjadi persoalan lain yang perlu mendapatkan perhatian. Mengingat
setengah menganggur merupakan refleksi dari penduduk yang belum puas dalam
pekerjaannya dan belum optimal bekerja, sehingga kemungkinan taraf hidupnya
dirasakan belum memadai. Di Provinsi Jawa Tengah masih ada pekerja dengan
kondisi setengah penganggur yang cukup besar yakni 1,18 juta orang pada kondisi
Februari 2014, dan terjadi penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang. Walaupun dari sisi pekerja paruh
waktu, yakni pekerja dengan jam kerja kurang dari 35 jam seminggu selama
setahun terakhir meningkat dari 4,73 juta orang pada Februari 2013 menjadi 4,85
juta orang pada Februari 2014, tentunya hal ini akan mempengaruhi produktivitas
yang selanjutnya juga akan berdampak pada pendapatan pekerja. Secara ringkas
data ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut.